Pengembangan Komunikasi dan Informasi Bagi Masyarakat Perdesaan
(Sumbang saran
pemikiran dalam rangka mendukung kegiatan pengembangan bidang komunikasi dan
informasi dalam program pemberdayaan masyarakat perdesaan)
Para pemuka pendapat biasanya adalah pemimpin informal namun
sangat berperan dalam membimbing tingkah laku dan mempengaruhi keputusan
masyarakat. Dengan demikian keberadaan pemuka pendapat sangat diperlukan dalam
mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku (partisipasi) masyarakat dalam
program. Sebagai contoh, pengurus (ketua) kelompok Simpan Pinjam Perempuan
(SPP), posisi ketua sangat strategis dan ia merupakan pemuka pendapat dalam
kelompoknya. Penyampaian informasi program melalui ketua kelompok akan sangat
membantu penyebaran informasi program kepada anggota kelompok.
Pengantar
Salah satu hak dasar rakyat dalam
pembangunan adalah hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Hak dasar rakyat
ini tercantum pada pasal 28 UUD 1945 pada pasal 28F yang berbunyi: Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia. Jika dihubungkan dengan pembangunan, maka komunikasi dan
informasi berperan penting dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan yaitu
meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perdesaan merupakan bagian dari upaya Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi
kemiskinan, meningkatkan
kesejahteraan dan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin di perdesaan dengan membangun kemandirian dalam pengambilan
keputusan dan pengelolaan pembangunan. Dalam
implementasinya PNPM Mandiri Perdesaan menggunakan pendekatan partisipatif, dan
menempatkan pemulihan hak-hak rakyat dalam pembangunan sebagai koridor dalam
pencapaian tujuan. Salah satu hak rakyat yang dijamin dalam program adalah hak berkomunikasi
dan memperoleh informasi.
Berbagai informasi pembangunan seperti kebijakan
pembangunan perdesaan, peraturan perundangan tentang pembangunan partisipatif,
kebijakan PNPM Mandiri Perdesaan beserta konsep dan sistem nilai serta tata
caranya perlu dikomunikasikan kepada masyarakat (berbagai pihak). Selain sebagai bagian dari pemenuhan hak
rakyat terhadap informasi dan keterbukaan, juga sebagai bagian dari
pertanggungjawaban kepada publik. Dengan demikian dengan adanya informasi yang
benar, mudah dipahami dan mudah diakses akan membuka ruang bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam program.
Upaya-upaya mengkomunikasikan informasi pembangunan
dalam program dilakukan melalui berbagai cara, diantaranya yaitu; pertemuan
langsung dan tidak langsung (media cetak dan elektronik). Melalui media
pertemuan langsung dilakukan di setiap tingkatan, mulai dari pusat, provinsi,
kabupaten, kecamatan hingga desa. Media pertemuan langsung ini berupa
forum-forum musyawarah, rapat koordinasi, lokakarya, seminar, workshop, rapimnas
dan rakernas serta forum komunikasi informal yang telah ada di dalam masyarakat.
Media cetak dapat berupa poster, spanduk, buletin, surat kabar, flipchart,
brosur, buku dan lainnya. Sementara media elektronik berupa televisi, radio,
film/DVD/VCD dan situs web. Selain media-media tersebut, di setiap kecamatan
dan desa lokasi program, penyebaran informasi juga didukung dengan adanya papan
informasi. Pada waktu tertentu media lainnya seperti pameran, bazar maupun
pentas seni dan budaya juga dimanfaatkan.
Semua upaya komunikasi yang dilakukan ditujukan
agar masyarakat memperoleh informasi, memahami dan berpartisipasi dalam pelaksanaan
program, memberikan dukungan, baik berupa kritikan membangun, pengawasan,
maupun melestarikan hasil kegiatan dalam upaya keberlanjutannya.
Hambatan
Pengembangan Komunikasi dan Informasi
Upaya kegiatan komunikasi
melalui berbagai media komunikasi yang dilakukan oleh pelaku program sejauh ini
pada kenyataannya belum mampu secara optimal mendorong partisipasi masyarakat.
Belum efektifnya kegiatan komunikasi yang dilaksanakan diantaranya disebabkan
oleh belum optimalnya peran agen perubahan, belum efektifnya kegiatan fasilitasi
dan rendahnya akses stakeholders terhadap forum-forum komunikasi yang ada.
Selain itu bahan-bahan
berupa materi terkait peningkatan wawasan dan peningkatan kapasitas pelaku
program dan masyarakat serta pemanfaatan media komunikasi yang akrab dengan
masyarakat, yang lebih bersifat dialogis (komunikasi dua arah) dinilai masih
minim.
Sehubungan dengan
permasalahan komunikasi tersebut diperlukan upaya-upaya pembangunan komunikasi,
dengan harapan agar tujuan pembangunan untuk meningkatkan kecerdasan dan
kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.
Komunikasi dan Pembangunan Masyarakat
Pengertian komunikasi pembangunan
Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan merupakan kelanjutan dari
Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar
pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan. Sebagai sebuah program
pemberdayaan masyarakat, maka partisipasi masyarakat menjadi suatu keharusan. Partisipasi masyarakat akan terwujud jika
masyarakat memperoleh informasi yang benar tentang program. Dengan demikian
diperlukan adanya pembangunan komunikasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Schramm
(dalam Nasution, 2002:120), upaya meningkatkan kehidupan masyarakat perlu
dilakukan pembangunan. Pembangunan memerlukan keaktifan masyarakat. Supaya
masyarakat berpartisipasi, pembangunan harus diinformasikan. Karena itu perlu
adanya sarana/ saluran informasi dan pembangunan komunikasi. Pembangunan
komunikasi dapat dilakukan melalui suatu perencanaan komunikasi yang dapat
mengaktualisasikan pesan pembangunan dengan cara-cara yang dapat mendorong
tercapainya tujuan pembangunan.
Sebagai contoh,
penyebaran informasi (pesan) oleh seseorang atau sekelompok orang kepada
masyarakat desa tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat dalam
kehidupan sehari-hari, melalui cara-cara yang mudah dimergerti, sehingga
terjadi perubahan sikap dan perilaku masyarakat dari cara hidup yang tidak
sehat kepada perilaku yang mendukung hidup bersih dan sehat. Penyebaran pesan guna
mengubah sikap, pendapat, dan perilaku masyarakat dalam rangka meningkatkan
kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah ini disebut juga dengan komunikasi
pembangunan.
Menurut Mardikanto
(1987:20), komunikasi pembangunan merupakan proses interaksi seluruh warga
masyarakat (aparat pemerintah, fasilitator, tokoh masyarakat, LSM, individu
atau kelompok/ organisasi sosial) untuk menumbuhkan kesadaran dan menggerakkan
partisipasi melalui proses perubahan terencana demi tercapainya mutu-hidup
secara berkesinambungan, dengan menggunakan teknologi atau menerapkan ide-ide
yang sudah terpilih.
Komunikasi pembangunan
meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan
secara timbal-balik, di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha
pembangunan; terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian terhadap pembangunan (Nasution,
2002:106). Dengan demikian dapat disarikan, bahwa komunikasi pembangunan adalah
proses interaksi dan penyebaran informasi secara timbal balik antara
pihak-pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan (pemerintah, masyarakat, dan
lembaga kemasyarakatan) sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian
pembangunan serta pemeliharaan untuk menjamin keberlanjutannya. Komunikasi
pembangunan dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat.
Model Komunikasi Pembangunan
Pola Komunikasi Pembangunan
Peran seorang warga masyarakat
dalam sistem komunikasi dalam suatu komunitas ditentukan oleh pola hubungan
interaksi antar individu yang terbentuk dari sistem sosial masyarakatnya, serta
juga ditentukan oleh pola hubungannya dengan arus informasi dalam jaringan
komunikasi yang membentuk suatu pola komunikasi di masyarakat.
Pola-pola komunikasi
dalam suatu masyarakat tersebut dapat diidentifikasi melalui bagaimana
penyebaran informasi terjadi dalam suatu masyarakat, siapa yang menjadi sumber
informasi, pusat-pusat penyebaran informasi dan saluran (media) komunikasi yang
dipergunakan. Sementara pola komunikasi pembangunan dalam konteks PNPM Mandiri
Perdesaan tercermin dari keseluruhan tahapan komunikasi yang sejalan dengan
tahapan program yaitu meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan. Senada yang diungkapkan oleh Nasution (2002:106), komunikasi pembangunan meliputi peran dan
fungsi komunikasi sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
terhadap pembangunan.
Efektivitas Komunikasi
Suatu komunikasi dapat
dikatakan efektif apabila sasaran dan tujuan komunikasi dapat tercapai. Sebagai
contoh misalnya, seorang fasilitator program mempunyai tugas rangkap, yaitu
selain sebagai komunikator dalam menyampaikan informasi, juga berupaya
mempengaruhi perilaku masyarakat desa lokasi program agar memiliki perilaku
tertentu untuk dapat berpartisipasi dalam proses tahapan program. Dengan
demikian agar kegiatan komunikasi berhasil dengan baik, maka perlu diperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas sebuah komunikasi.
Efektivitas komunikasi berkaitan dengan teknik komunikasi
yang digunakan. Artinya jika forum komunikasi merupakan saluran bagi penyebaran
informasi (pesan) pembangunan, maka teknik komunikasi adalah cara bagaimana supaya
penyebaran informasi pembangunan dapat menimbulkan efek yang diharapkan, sebab
fungsi teknik komunikasi yang utama adalah membangun pengertian atau pemahaman
yang sama tentang suatu informasi.
Sehubungan dengan itu, beberapa teknik komunikasi yang
sesuai dengan kondisi pedesaan dan sangat menentukan efektivitas penyuluhan
yang dilakukan oleh pelaku program di antaranya adalah: 1) model komunikasi dua
arah, 2) model komunikasi persuasif, 3) model komunkasi deliberatif , dan 4)
model komunikasi dua tahap.
1) Model komunikasi dua arah (dialogis)
Upaya penyebaran
informasi dalam komunikasi pembangunan diharapkan menimbulkan pengertian yang
benar, jelas dan sekaligus pengertian yang sama di antara komunikator dan
komunikan. Dengan demikian diperlukan suatu komunikasi dua arah (dialogis).
Salah satu contoh komunikasi
dialogis misalnya adalah dalam perumusan suatu kebijakan publik, pemerintah
memberi ruang kepada masyarakat untuik menjaring aspirasi dan masukan
masyarakat dengan mengadakan konsultasi publik. Unsur utama terjadinya
komunikasi dua arah, adalah adanya tanggapan/ balikan dari komunikan terhadap
informasi yang diberikan oleh komunikator, sehingga antara komunikator dan
komunikan berada dalam situasi komunikasi yang saling berinteraksi dan sejajar.
Melalui proses ini masyarakaat memperoleh kesempatan untuk mempengaruhi
perumusan kebijakan, sehingga terbangun dukungan dari masyarakat terhadap
program yang diusulkan.
2) Model komunikasi persuasif
Secara sederhana
komunikasi persuasif dapat diartikan sebagai komunikasi yang ditujukan untuk
mempengaruhi pilihan komunikan. Proses mempengaruhi komunikan dilakukan dengan
menggunakan data dan fakta psikologis maupun sosiologis dari komunikan yang
hendak dipengaruhi. Sebagai contoh misalnya, masyarakat yang dikenal agamis
akan sangat efektif apabila menggunakan motivasi agama atau penguatan
dalil-dalil agama dalam penyampaian informasi pembangunan. Lain lagi halnya
pada masyarakat adat, bisa jadi dengan mensitir pendapat pemuka-pemuka adat
setempat dapat menjadi unsur penguat informasi pembangunan tersebut.
3) Model komunikasi deliberatif
Pengambilan keputusan
dalam Musyawarah Desa Perencanaan untuk menentukan usulan kegiatan desa yang
akan dibawa pada tingkatan diatasnya yaitu Musyawarah Antar Desa Prioritas
Usulan didahului dengan diskusi (musyawarah) masyarakat desa tentang alasan
dukungan/ penentangan terhadap usulan tersebut. Setelah mempertimbangkan
berbagai hal secara saksama maka keputusan diambil. Proses pengambilan
keputusan dengan cara mendiskusikannya dinamakan dengan komunikasi deliberatif.
4) Model komunikasi dua tahap
Komunikasi
dua tahap dilakukan melalui perantara. Para perantara informasi disebut juga
dengan agen perubahan. Dalam komunikasi ini agen perubahan tersebut merupakan
para stakeholder lokal, yakni pemerintah
desa, masyarakat, dan lembaga kemasyarakatan. Keberadaan agen perubahan dalam
kegiatan komunikasi pembangunan sekaligus merupakan komunikator lokal bagi
lingkungannya. Melalui model komunikasi dua tahap menempatkan agen perubahan
sebagai pemuka pendapat (opinion leaders) dalam proses berkomunikasi.
Pengembangan Komunikasi dan Informasi di
Perdesaan
Pengembangan komunikasi
pembangunan didasarkan pada pendekatan manajemen sumberdaya lokal, yaitu suatu
paradigma pembangunan yang menempatkan peranan individu, bukan sebagai subyek
tetapi sebagai pelaku yang turut menentukan tujuan yang hendak dicapai,
menguasai sumber-sumber dan mengarahkan proses yang menentukan hidup mereka
sendiri (Korten, 1984). Paradigma ini memberi tempat yang sangat penting bagi
prakarsa dan keanekaragaman lokal, serta menekankan pentingnya masyarakat lokal
yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri. Keterlibatan seluruh
pihak yang berkepentingan atau pemegang peran pembangunan (stakeholders) dalam suatu komunitas, dan perhatian
terhadap keberadaan kelembagaan lokal, kelompok lokal, inisiatif lokal,
kearifan lokal dan nilai-nilai tradisi lokal menjadi faktor kunci dari
pendekatan manajemen sumberdaya lokal.
Sehubungan dengan hal tersebut dapat dikemukakan
beberapa upaya dalam mengembangkan komunikasi dan informasi pembangunan bagi
masyarakat perdesaan. Melalui upaya-upaya ini diharapkan dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan (program) serta meningkatkan kecerdasan rakyat. Diantara
upaya tersebut adalah sebagai berikut: 1) mengoptimalkan peran stakeholder dan
agen perubahan, 2) mengembangkan media berbasis komunitas, 3) mengembangkan
forum komunikasi, dan 4) penyediaan perpustakaan di permukiman warga.
1)
Mengoptimalkan Peran Stakeholders dan Agen Perubahan
Komunikasi pembangunan
melibatkan stakeholders pembangunan, yaitu semua individu, kelompok
atau organisasi yang memiliki kepentingan, terlibat atau dipengaruhi (secara
positif maupun negatif) oleh suatu kegiatan atau program pembangunan (Sumarto,
2004:18). Stakekeholders pembangunan di tingkat desa meliputi:
pemerintahan desa, masyarakat dan lembaga kemasyarakatan. Ketiga komponen
tersebut merupakan pelaku komunikasi pembangunan di tingkat desa, dan menjadi
partner pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan perdesaan.
Upaya-upaya pembangunan suatu masyarakat biasanya ditandai
oleh adanya sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan dan menyebarluaskan
proses perubahan. Orang-orang tersebut dikenal dengan sebutan agen perubahan, dalam
hal ini adalah kader pembangunan. Artinya pembangunan memerlukan adanya
pihak-pihak yang selalu mendorong ke arah perubahan.
Agen
perubahan merupakan pelaku komunikasi. Peran utama agen perubahan adalah: a) menggerakkan
masyarakat untuk melakukan perubahan, b) pemberi pemecahan persoalan, c) pembantu
proses perubahan: membantu proses pemecahan masalah dan penyebaran inovasi, d) penghubung
dengan sumber-sumber yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Peran agen
perubahan dalam kegiatan komunikasi pembangunan perdesaan sekaligus merupakan
komunikator lokal bagi masyarakatnya. Dalam model komunikasi dua tahap,
menempatkan agen perubahan sebagai pemuka pendapat dalam proses berkomunikasi.
Ada
beberapa peran agen pemuka pendapat dalam proses berkomunikasi, diantaranya
adalah; a) penyebar informasi, b) sebagai penyaring informasi/ide, c)
penghalang/pembendung atau pemercepat penyebaran dan penerimaan informasi dan
d) sebagai jurubicara yaitu menyampaikan aspirasi masyarakat di lingkungannya.
2)
Mengembangkan
Forum Komunikasi
Dalam upaya mengkomunikasikan dan mendiskusikan berbagai hal terkait dengan
pembangunan perdesaan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan
(masyarakat, tokoh masyarakat, pemerintah daerah/ desa, perguruan tinggi,
swasta, LSM, Usaha Kecil Menengah/UKM, dan lainnya),
diperlukan suatu wadah interaksi atau wahana yang fleksibel, efektif, efisien
dan cukup produktif untuk dapat mendukung partisipasi aktif semua pihak dalam
pembangunan perdesaan. Wahana interaksi saling menguntungkan dalam bentuk Forum
Komunikasi dan Diskusi ini diharapkan akan dapat berperan efektif sebagai media
komunikasi antara masyarakat, Pemerintah daerah/ desa dan pihak lainnya.
Penyediaan forum
komunikasi menjadi saluran yang memungkinkan terjadinya proses penyebaran
informasi dan interaksi antara pemerintah dan masyarakat. Komunikasi yang
intensif antara pemerintah dan segenap elemen masyarakat dalam proses
pembangunan adalah suatu kebutuhan yang sangat vital. Melalui forum tersebut,
pemerintah dapat menyampaikan/ menyebarkan pesan-pesan pembangunan, sekaligus
mendengar berbagai masukan dan umpan balik (feedback) dari masyarakat atas pesan-pesan yang disampaikan/disebarkan tersebut.
Sumarto (2004:42)
mengartikan forum komunikasi atau forum warga sebagai suatu forum konsultasi
dan penyaluran aspirasi warga untuk urusan pembangunan dan pelayanan publik di
tingkat lokal. Forum komunikasi dipergunakan untuk merumuskan permasalahan
bersama, mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi komunitas, sekaligus
menjadi media resolusi konflik di tingkat lokal.
Beberapa prinsip dasar
yang dapat dijadikan sebagai indikator forum komunikasi di antaranya: Pertama, keikutsertaan warga dan keterbukaan forum.
Penyediaan forum komunikasi harus dapat memberi akses informasi dan
komunikasi bagi masyarakat. Akses berarti ruang dan kapasitas masyarakat untuk
masuk dalam arena governance, yakni mempengaruhi dan menentukan kebijakan serta terlibat aktif
mengelola barang-barang publik. Ada dua hal penting dalam akses: keterlibatan
secara terbuka (inclusion) dan keikutsertaan (involvement).
Inclusion menyangkut siapa yang terlibat, sedangkan involvement berbicara tentang bagaimana masyarakat
terlibat. Kedua, rutinitas dan kohesivitas forum komunikasi.
Tidak semua forum komunikasi dapat dijadikan sebagai forum warga yang efektif,
sebab forum warga harus memungkinkan rutinitas warga untuk dapat berkonsultasi,
berinteraksi dan mencari solusi tentang berbagai masalah publik (Sumarto,
2004:42). Partisipasi dapat muncul jika terjadi interaksi yang mendorong
solidaritas dan internalisasi norma-norma kelompok, di mana seseorang telah
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok beserta norma-normanya, sehingga ia
mengambil oper sistem norma, termasuk sikap sosial yang dimiliki kelompok
(Gerungan, 1991:94-99).
Oleh karena itu
keterikatan warga terhadap kelompok (kohesivitas forum) juga merupakan
indikator yang sangat penting. Kohesivitas kelompok dapat terjadi akibat adanya
identifikasi norma kelompok dan lamanya anggota bergaul dalam kelompok dapat
menyebabkan terjadinya kohesivitas kelompok, yaitu kekuatan yang menahan orang
untuk tinggal dalam suatu kelompok. Dengan demikian, komunikasi akan lebih
efektif apabila dapat memanfaatkan kelompok-kelompok lokal sebagai forum
komunikasi yang memang telah secara rutin dihadiri oleh warga, dan wargapun
memiliki ikatan yang kuat terhadap kelompok tersebut.
3)
Mengembangkan
Media Komunikasi Berbasis Masyarakat
Sebagian
besar masyarakat Indonesia
mendiami daerah-daerah perdesaan dan menggantungkan hidup di ladang-ladang
pertanian yang tersebar di ribuan pulau, kondisi ini menjadi salah satu
penyebab sulitnya dalam menyebarkan informasi, khususnya informasi pembangunan
yang sangat dibutuhkan oleh para petani untuk meningkatkan kualitas maupun
kuantitas hasil pertaniannya. Begitu juga dengan masyarakat nelayan, seringkali
informasi tentang perkembangan teknologi kelautan terlambat diantisipasi karena
kurangnya informasi yang diterima.
Penggunaan
media komunikasi dan informasi dari pusat ke daerah dengan menggunakan
kecanggihan teknologi seringkali tidak dapat dijangkau oleh masyarakat yang
berada di daerah perdesaan. Hal ini disebabkan oleh latar belakang pendidikan,
sosial dan budaya maupun ekonomi. Di lain sisi cara-cara konvensional seperti
melalui penyuluhan sebagai sarana penyampaian informasi perlu dikoreksi, karena
bersifat satu arah dan tidak partisipatif. Dengan demikian perlu diupayakan
sebuah pendekatan dalam penyampaian informasi kepada masyarakat khususnya
masyarakat perdesaan, dengan memperkuat media rakyat (media tradisional) dan
mengembangkan media berbasis masyarakat yang tepat dan mampu menerima serta
mengolah informasi pembangunan agar masyarakat dengan mudah memperoleh
informasi dengan baik dan benar.
a. Media rakyat
(media tradisional)
Di dalam kehidupan masyarakat perdesaan terdapat berbagai
media sosial sebagai sarana untuk saling berinteraksi. Media-media ini sejak
lama tumbuh dan berkembang bersama masyarakat dan menjadi salah satu media
sosialisasi nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat diantara
warganya, bahkan dari generasi ke generasi. Media ini juga dikenal sebagai
media rakyat.
Media sosial adalah wahana komunikasi atau pertukaran
informasi yang telah terpola dalam kehidupan sosial suatu komunitas masyarakat.
Media sosial
menuntut keterlibatan secara fisik individu dalam proses komunikasi
(Sigman;124). Media sosial menggunakan komunikasi tatap muka dalam bentuk
komunikasi antar personal maupun komunikasi kelompok. Disini proses
keterlibatan anggota menjadi penting. Media ini digambarkan sebagai media yang
murah, mudah, bersifat sederajat, dialogis, sesuai dari segi budaya, bersifat
setempat, menghibur dan sekaligus memasyarakat.
Media komunikasi tradisional tampil dalam berbagai bentuk dan sifat, sesuai
dengan variasi kebudayaan yang ada di daerah itu. Misalnya, Ketoprak, wayang
kulit, merupakan dua contoh media tradisional, demikian juga dengan instrumen
tradisional seperti kentongan yang masih banyak digunakan di Jawa. Instrumen
ini dapat digunakan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan yang mengandung makna
yang berbeda, seperti adanya kebakaran, kematian, kecelakaan, pencurian dan
sebagainya, kepada warga desa jika dibunyikan dengan irama tertentu.
Media tradisional dikenal juga sebagai media rakyat. Dalam pengertian yang
lebih sempit, media ini sering juga disebut sebagai kesenian rakyat. Media
tradisional atau media rakyat dapat didefinisikan juga sebagai bentuk-bentuk
verbal, gerakan, lisan dan visual yang dikenal dan akrab dengan rakyat,
diterima oleh mereka, dan diperdengarkan atau dipertunjukkan oleh dan/atau
untuk mereka dengan maksud menghibur, memaklumkan, menjelaskan, mengajar, dan
mendidik (Coseteng dan Nemenzo, dalam Jahi, 1988).
Sejalan dengan definisi ini, maka media rakyat tampil dalam bentuk nyayian
rakyat, tarian rakyat, musik instrumental rakyat, drama rakyat, pidato rakyat -
yaitu semua kesenian rakyat apakah berupa produk sastra, visual ataupun
pertunjukkan - yang diteruskan dari generasi ke generasi.
Yuni Setyaningsih (2000) menyebutkan, media rakyat sering
muncul dalam bentuk kesenian daerah atau kebudayaan tradisonal daerah. Kesenian
atau budaya daerah digunakan sebagai wahana untuk memperkenalkan dan memberikan
pesan-pesan pembangunan kepada masyarakat pedesaan. Karena warga masyarakat
pedesaan masih menyukai dan membutuhkan budaya atau kesenian tradisional
sebagai sebuah bentuk hiburan maka media ini juga menjadi sarana yang sangat
tepat sebagai media tranformasi nilai-nilai, termasuk pesan-pesan pembangunan
dari pemerintah. Pesan-pesan
pembangunan disisipkan secara implisit dan kreatif sehingga terasa menyatu
dengan media rakyat.
Upaya penyebaran informasi pembangunan melalui media bagi
setiap masyarakat dan suku bangsa berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh
struktur dan sistem masyarakat yang berbeda pula. Pemilihan media rakyat yang
tepat yang bisa digunakan untuk menyebarluaskan ide-ide pembangunan adalah
sangat penting untuk mendukung efektifitas pesan. Pilihan hendaknya dijatuhkan
pada media rakyat yang paling disukai oleh sebagian besar masyarakat
setempat.
Media rakyat dalam bentuk seni rakyat (folk culture) diyakini dapat lebih mudah
digunakan sebagai sarana menyebarluaskan informasi pembangunan karena media
tersebut telah ada dan dekat dalam kehidupan masyarakat setempat. Dengan media
rakyat, masyarakat akan ikut serta merasa
memiliki atau
terlibat dalam pembuatannya, sehingga memungkinkan tersampaikannya pesan-pesan
pembangunan secara lebih efektif.
b) Pengembangan
media komunitas
Pengembangan media berbasis masyarakat terkait dengan
prinsip menggunakan media lokal dan perlunya keterlibatan masyarakat membuat
dan mengembangkan media. Dengan demikian dapat diartikan media berbasis
masyarakat sebagai suatu kegiatan mengajak masyarakat belajar membuat,
menggunakan dan akrab dengan media baik media lokal (tradisional) maupun
modern. Media berbasis masyarakat ini juga disebut sebagai media komunitas.
Beberapa media yang mengambil bentuk sebagai media komunitas diantaranya adalah
radio komunitas, media cetak seperti buletin komunitas, koran kampung, brosur,
poster, buklet dan lainnya.
Dalam hal radio komunitas misalnya, media ini memiliki
ciri sebagai media dari, oleh dan untuk masyarakat; lembaganya dikelola dan
dimiliki oleh masyarakat, programnya disusun oleh masyarakat, produksi program
sesuai dengan teknologi yang ada dan distribusinya disesuaikan dengan kebutuhan
khalayaknya. Keterlibatan masyarakat dalam rangkaian proses pembuatan media
memungkinkan masyarakat secara bertahap dapat mengelola informasi secara
mandiri.
Jika dilihat dari sisi tujuan komunikasi pembangunan yang
tidak sekedar bagaimana terwujudnya perubahan sikap, pendapat atau perilaku
individu atau kelompok, melainkan perubahan masyarakat atau perubahan sosial
(AS Achmad : 1997). Dengan demikian diperlukan berbagai sarana yang bisa
memerankan posisi yang sangat penting tersebut, termasuk penggunaan media
rakyat yang sudah ada dan pengembangan media komunitas.
4)
Penyediaan
Perpustakaan di Permukiman Warga
Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa salah satunya dapat
dilakukan melalui gemar membaca. Gemar membaca merupakan budaya, untuk
mewujudkan pembudayaan gemar membaca pada masyarakat, kebiasaan membaca perlu
ditumbuhkembangkan. Dalam upaya mewujudkannya seringkali terkendala dengan
berbagai persoalan diantaranya adalah keterbatasan sarana prasarana, selain
kesadaran masyarakat yang rendah terhadap minat baca ataupun komitmen
Pemerintah Daerah yang belum maksimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan penyediaan layanan perpustakaan yang mudah dijangkau, murah dan
bermutu.
Perpustakaan yang dimaksud disini adalah perpustakaan sebagai
pusat informasi dan pembelajaran (learning center). Pokok perhatian lebih
ditujukan terhadap kemungkinan penyelenggaraan perpustakaan di tingkat
kecamatan dan desa, terutama lokasi yang warganya sangat membutuhkan sarana dan
sumber belajar, bukan saja untuk berusaha meningkatkan taraf kecerdasannya,
melainkan juga untuk memperbaiki mutu perikehidupannya.
Perpustakaan merupakan salah satu di
antara sarana dan sumber belajar yang efektif untuk menambah pengetahuan (informasi)
melalui beraneka ragam bacaan. Berbeda dengan pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajari secara klasikal di sekolah, perpustakaan menyediakan berbagai bahan
pustaka yang secara individual dapat digunakan oleh peminatnya. Tersedianya
beraneka bahan pustaka memungkinkan tiap warga untuk memilih apa yang sesuai
dengan minat dan kepentingannya, dan kalau warga masyarakat itu masing-masing
menambah pengetahuannya melalui pustaka pilihannya, maka akhirnya merata pula
peningkatan taraf kecerdasan masyarakat itu. Perbaikan mutu perikehidupan suatu
masyarakat salah satunya ditentukan oleh meningkatnya taraf kecerdasan
warganya. Dengan demikian kehadiran perpustakaan dalam suatu lingkungan
kemasyarakatan merupakan faktor yang turut berpengaruh terhadap teratasinya
kondisi ketertinggalan masyarakat yang bersangkutan.
Penutup
Tujuan yang ingin dicapai dari perubahan sosial yang
direncanakan dalam konteks pembangunan sosial adalah peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Salah satu faktor yang berperan penting dalam mendukung perubahan
tersebut adalah faktor komunikasi dan informasi. Kemudahan akses informasi
melalui media komunikasi yang tepat, efektif dan efisien serta berkelanjutan
dengan penglibatan masyarakat dalam mengelola dan mengembangkan media
komunikasi dan informasi, memudahkan masyarakat untuk menyerap dan memahami
berbagai pesan pembangunan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan dukungan dan
partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan.
Perbaikan mutu perikehidupan suatu
masyarakat salah satunya ditentukan oleh meningkatnya taraf kecerdasan
warganya. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut,
berbagai upaya dapat dikembangkan diantaranya: 1) mengoptimalkan peran stakeholder dan agen perubahan, 2)
mengembangkan media berbasis komunitas, 3) mengembangkan forum komunikasi, dan
4) penyediaan perpustakaan di permukiman warga.
(hs)
(Diolah dari berbagai sumber)
Komentar
Posting Komentar